MEMBANGUN CITRA GURU MENUJU SEKOLAH EFEKTIF
(oleh: Drs. Anton Sunarto, BTh, MPd).
Saat Perang Dunia II, setelah Nagasaki dan Hiroshima di bom oleh sekutu, langkah pertama yang ditempuh pemerintah Jepang , mendata kembali berapa jumlah Guru dan Dokter yang tersisa. Mereka mulai membangun negara yang porak-poranda dari bidang pendidikan dan kesehatan. Hasilnya sangat menakjubkan. Setelah kurang lebih 20 tahun, dengan kerja keras yang tak kenal lelah, Jepang mempu mensejajarkan negaranya dengan negara-negara maju lainnya. Lahirlah kekuatan baru di kawasan Asia saat itu. Untuk bidang pendidikan di kawasan Asia, Jepang juga sebagai negara terbaik, di samping India, Korea selatan dan Singapura.
Kisah nyata itu menyadarkan kita, betapa besar peran Guru dalam membangun suatu bangsa. Ironisnya, di negara kita tercinta, profesi guru,peran guru, kurang diperhitungkan. Malah cenderung dikesampingkan. Pada masa regim Orde Baru profesi guru malah identik dengan kemiskinan, ketidakberdayaan, kelompok masyarakat yang tahan lapar. profesi guru tidak membanggakan. Guru adalah imput pelarian dari anak miskin yang tidak berkecukupan, potret OEMAR BAKRI si wagu tur kuru yang jauh dari pantas. Dalam masa itu, kelompok Guru tidak lebih dari sekedar alat politik dari regim yang berkuasa. Guru tidak lebih sekedar alat politik dari regim yang berkuasa. Untuk membius kelompok ini, regim berkuasa saat itu, menganugerahkan gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa //PTTJ dalam sebuah lagu. Dengan setengah sinis teman saya mengatakan sampai sekarang belum ada makam pahlawan untuk para guru.
CITRA Guru yang terbentuk di dalam dirinya sampai saat ini, menurut saya, bukanlah sosok berdasi, intelektual ulung dalam menyiapkan masa depan, tetapi sekedar sebagai pekerja suara yang berangkat subuh pulang malam, tetapi kering finansial. Praktis, citra guru teredusir sedemikian rupa di balik keagungan harapan yang meluap. Permasalahannya: bagaimana kita dapat membangun citra kita sendiri sebagai guru, agar peran dan profesionalitas kita terpenuhi?
Saat ini, apresiasi masyarakat semakin tinggi terhadap Guru, Pemerintah semakin sungguh-sungguh berupaya mensejahterakan Guru, media massa semakin gencar memberitakan tentang kinerja guru. Dari segi kemampuan ekonomis, guru tidak lagi dipandang sekedar sebagai pengamen. Diktator menjual diktat baru bisa beli motor. Atau Pelacur Profesi - setelah jam dinas bergilir memenuhi panggilan dari pintu ke pintu, sekedar mencari agar dapur tetap berasap.
Gagaimana dengan kita sendiri sebagai pelaku utama pendidikan? yang dalam UU Dosen dan Guru disebut tenaga profesional. Sama dengan dokter, Pengacara dan lain-lain? Banyak pernyataan kritis sering kita dengar, kita lihat, dan kita baca menyangkut eksistensi, kompetensi, dan kinerja kita sebagai tenaga profesional memang masih memprihatinkan.
Kenyataan rendahnya kompetensi, ethos kerja, dan kinerja guru, seperti dikemukakan oleh Fasli Djalal, Dirjen DIKNAS Peningkatan mutu Pendidik dan tenaga kependidikan menyebutkan hampir separo dari sekitar 2,6 juta guru di Indonesia tidak layak mengajar di sekolah. 75.648 di antaranya guru SMA. Pernyataan itu disampaikan berkenaan dengan wacana guru profesional dan guru kompeten sebagai syarat untuk memperoleh tunjangan profesi guru dan peningkatan kwalitas pendidikan di Indonesia.
Pernyataan yang merujuk pada rendahnya kompetensi dan ethos kerja guru itu juga pernah diungkapkan oleh menteri pendidikan pada masa itu Wardiman Djoyonegoro dalam wawancara ddi TPI tanggal 16 Agustus. Dalam wawancara itu Ia mengemukakan hanya 43 % guru yang memenuhi syarat , artinya sebagian besar guru (57%) tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional untuk melaksanakan tugasnya. Pantaslah kalau kwalitas pendidikan kita jauh dari harapan dan kebutuhan.
Kenyataan rendahnya kompetensi guru itu, tidak perlu malu untuk disikapi oleh para sendiri. Perlu dijadikan permenungan. Dari mana harus merubah citra guru? Kuncinya ada para guru sendiri. Bagaimana mereka akan menjadikan dirinya profesional. Itu kembali kepada para guru. Karena dihadapan kita terbentang lautan sumber pengetahuan yang tiada batas.
Bagaimana menjadi guru yang lebih profesional, efektif, dan bermutu, kata kuncinya pada ¡§perubahan¡¨. Kita semua membutuhkan perubahan. Termasuk para guru. Perubahan demi suatu keyakinan, dan demi ketangguhan profesi guru menjadi perkara yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Untuk menjadi lebih baik, tidak mungkin para guru hanya berpuas pada status quonya. Malas menambah wawasan. Dan merasa paling mengetahui banyak hal. Padahal, saat ini guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahhuan bagi para siswa. Tidak sedikit guru yang tanggap akan tuntutan profesionalnya sebagai pendidik. Tetapi juga tidak kurang sedikit guru yang diam di zona nyaman. Malas meningkatkan ketrampilan dan profesionalismenya.
Mungkin ada ada satu hal yang perlu kita refleksikan, mengapa guru takut berubah. Atau malas berubah. Sebab-sebab paling dasar keraguan terhadap dampak dan efek dari entitas perubahan itu sendiri. Perubahan memunculkan ketegangan dan kerumitan. Perubahan mendatangkan stres dan tekanan.
***
MEMPERBAIKI CITRA GURU
Dalam kurun waktu dasawarsa terakhir, Pemerintah berupaya mendongkrak citra guru yang terlanjur pudar. Tujuan akhir tentu memperbaiki kwalitas pendidikan. Menjadi guru profesional bukan perkara gampang. Apalagi untuk menjadi guru baik. Citra guru yang baik, dapat mengangkat citra dan kwalitas pendidikan. Kwalitas pendidikan yang baik, dapat mengangkat martabat bangsa. Tetapi permasalahannya, dari mana harus dimulai?
1. Dari diri sendiri
Untuk memperbaiki citra guru, mereka harus berani ¡§membedah diri¡¨. Guru profesional itu, guru yang mengenal dirinya. Dirinya sebagai pribadi yang terpanggil untuk mendidik manusia. Untuk itu, guru dituntut untuk belajar sepanjang hayat (long life education). Medan belajar adalah medan yang menyenangkan. Menjadi guru bukan hanya sebuah proses yang harus dilalui melalui test kompetensi dan sertifikasi. Karena menjadi guru menyangkut perkara hati. Maka mengajar harusnya menjadi profesi hati. Hati harus mendapat perhatian cukup, yaitu pemurnian hati, atau motivasi untuk menjadi guru profesional. Pemurnian hati itu, akan mendorong kita senantiasa meningkatkan kemampuan untuk membelajarkan siswa.
Paling tidak ada 3 kata kunci yang menjadikan guru itu menjadi penting. Tiga kata kunci itu sekaligus menjadi sifat dan karakteristik guru: 1. Kreatif. 2. Profesional. 3. Menyenangkan.
Mengapa guru harus kreatiaf ? Karena harus memilah dan memilih materi pembelajaran. Dan kemudian secara kreatif menyajikan menjadi bahan pembelajaran yang yang penuh makna, dan berkwalitas. Sedang sifat profesional, karena guru harus secara profesional membentuk kompetensinya sesuai dengan karakter peserta didik. Juga bagi dirinya. Berarti belajar dan pembelajaran harus menjadi makanan pokok guru. Tetapi guru juga harus menyenangkan. Baik bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta didik. Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan itu akan terwujud, jika si guru mau secara terus-menerus meningkatkan kemampuan dan ketrampilan. Mau belajar.
2. Meningkatkan Pengetahuan dan Ketrampilan.
Guru sebagai profesional (sama dengan profesi dokter, pengacara, sekretaris, dan lain-lain), tanggungjawab utamanya mengawal perkembangan pribadi siswa. Peran pendampingan itu tidak mungkin akan berhasil jika guru tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang profesioanal. Guru profesional biasanya memiliki hal-hal seperti ini:
"« Penguasaan terhadap pengetahuan dan ketrampilan.
"« Memiliki kemampuan profesional di atas rata-rata.
"« Idealisme dan pengengabdian yang tinggi.
"« Pantas secara moral dan perilaku menjadi panutan.
Pribadi guru yang kreatif, profesional, dan menyenangkan, terus berupaya untuk membangun citra dirinya secara positif. Berkomitmen pada pengabdian pada pendampingan kepada peserta didik. Ia selalu berupaya meningkatkan kemampuan dan ketrampilan sebagai profesional dan pendidikan. Maka dalam proses pembelajaran di kelas selalu mencari bentuk-bentuk kreatif dan efektif bnagi dirinya dan bagi peserta didik.
Guru kreatif akan mewujudkan pembelajaran yang inovatif. Guru kreatif dan pembelajaran inovatif dapat mewujudkan sekolah efektif.
Sumber : Homepage Pendidikan Network
Tidak ada komentar:
Posting Komentar