Seorang anak laki-laki kecil tanpa
sengaja merusakkan raket milik ayahnya. Karena takut, ia menyembunyikan
raket itu di bawah tempat tidur dalam kamarnya.
Setiap kali ayahnya memasuki kamar, hatinya ketakutan. Ia sengaja duduk di atas tempat tidur, khawatir sang ayah
mengangkat tempat tidur kemudian menemukan raket yang ia rusakkan.
Karena itulah ia selalu berusaha memindahkan raket yang ia rusakkan ke
tempat lain sesering mungkin, dengan harapan sang ayah tidak akan dapat menemukannya.
Sejauh ini semuanya selalu bisa diatasi
dengan baik. Kesalahannya tetap tertutup rapat-rapat di depan ayahnya.
Namun, selama itu pula hatinya tidak tenang. Setiap saat rasa bersalah
muncul dan menghakiminya. Kemana pun ia pergi, hatinya selalu tertuju
kepada raket sang ayah yang pernah ia rusakkan.
Semakin sering ia memindahkan raket yang
ia rusakkan, ia semakin gelisah, karena itu berarti semakin sedikit
tempat yang memungkinkan ia menyembunyikan raket rusak itu. Dalam
ketertekanannya, akhirnya ia mengambil raket rusak itu, membawanya di
tangan kanannya, kemudian mendatangi ayahnya dengan takut.
Setelah berada di depan ayahnya, ia pun berkata sambil menunjukkan raket rusaknya, “ayah, maafkan aku karena telah merusakkan raket ayah, aku siap untuk dihukum.”
Mendengar pengakuan anaknya, sang ayah membungkuk dan berkata, “nak, ayah sudah tahu semua itu dari minggu lalu, ayah hanya menunggu kamu mempunyai keberanian untuk mengakuinya. Sekarang ayah hendak berkata kepadamu bahwa ayah memaafkanmu.”
Kalimat terakhir dari sang ayah
benar-benar membuat sang anak lega dan merasa bebas. Mengakui kesalahan
adalah awal dari sebuah perbuatan besar, dan mempertanggungjawabkan
kesalahan adalah langkah menuju kebahagiaan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar